ASPEK  HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI PASAR GELAP (BLACK MARKET) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA DI INDONESIA

ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI PASAR GELAP (BLACK MARKET) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Oleh: Yogi Prastia: Legalaccess.id

A.  LATAR BELAKANG

Kebutuhan pokok yang mendasar bagi setiap manusia terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pada zaman yang modern ini kebutuhan manusia semakin beragam titik Hal tersebut tercermin dalam tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin beragam dan semakin meningkat sehingga mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam hal menentukan mana kebutuhan primer dan mana kebutuhan sekunder.1  Gaya hidup yang beragam dan kemajuan teknologi menimbulkan kebutuhan hidup yang semakin bertambah, Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sebagian besar orang untuk membuka ladang bisnis demi mencukupi kebutuhan segmen pasar. Akan tetapi dengan besarnya tingkat kebutuhan dan konsumsi masyarakat Hal ini menimbulkan ide bagi para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan jual beli atau transaksi melalui pasar gelap Atau black market dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga normal di pasaran pada umumnya. hal tersebut tentunya akan melanggar etika bisnis, karena dapat menimbulkan kerugian bagi calon konsumen dan juga merusak harga pasar. 2  Untuk itu dalam tulisan Ini, penulis akan membahas lebih jauh terkait dengan Aspek hukum transaksi jual beli melalui pasar gelap atau black market dalam perspektif hukum perdata di Indonesia.

B.  PEMBAHASAN

Black Market (BM) Di Indonesia dikenal dengan istilah pasar gelap, dalam istilah jamak yang dipakai dalam hukum positif di Indonesia ataupun dalam transaksi jual beli kontemporer black market dapat diartikan sebagai perdagangan ilegal, perdagangan tidak resmi, atau suatu perdagangan yang dilakukan diluar jalur resmi dengan sebab melanggar

hukum dari suatu negara. Dilihat dari definisi   tersebut, penjualan barang ilegal yang masuk ke dalam negeri tanpa disertai dengan garansi ataupun tanpa pembayaran pajak atau Bea dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis black market atau atau pasar gelap. Adapun untuk meninjau lebih jauh terkait dengan perspektif hukum atau aspek hukum dalam transaksi Black Market atau pasar gelap di Indonesia, penulis menguraikan dalam beberapa poin di bawah ini:

1.   Dampak Black Market Terhadap Keseimbangan Pasar Di Indonesia

Transaksi jual beli barang melalui black market tentu memiliki dampak yang negatif pada kondisi perekonomian di suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan Black market yang masuk ke suatu wilayah tidak memenuhi standar kelayakan kan sehingga tidak jelas asal usul dari barang tersebut. Jual beli yang dilakukan melalui   Black market dengan ketentuan-ketentuan yang tidak masuk akal seperti harga yang relatif sangat murah dibandingkan dengan harga normal di pasaran dapat melanggar adanya etika bisnis. karena hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi calon konsumen dan juga merusak harga pasar.

Transaksi jual beli black market yang masuk Tentu akan mengganggu keseimbangan pasar, karena barang-barang ilegal cenderung akan dijual lebih murah dibandingkan dengan barang yang diperoleh secara legal. Tanpa disadari masyarakat yang membeli produk melalui pasar gelap telah menjadi korban para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab karena telah terlibat dalam tindak jual beli yang ilegal yang tentunya di dilarang oleh undang-undang. atau secara tidak langsung pembeli telah ikut membantu melancarkan bisnis ilegal tersebut.3

2.   Aspek Hukum Jual Beli Melalui Black Market

Pasar gelap atau black market merupakan sektor kegiatan ekonomi yang melibatkan transaksi ekonomi   ilegal khususnya pembelian dan penjualan barang dagangan secara tidak sah. barang-barang yang dijual sendiri dapat berupa barang curian, barang dagangan yang merupakan barang resmi akan tetapi dijual secara gelap untuk menghindari pajak ataupun syarat lisensi, ataupun barang-barang lainnya yang didapatkan secara ilegal.

Dalam hukum positif di Indonesia perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-

1540 kitab undang-undang hukum perdata. dalam pasal 1457 disebutkan bahwa jual- beli adalah suatu persetujuan dan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang atau benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga yang telah disepakati.4  Adapun syarat sah Dalam sebuah perjanjian telah diatur didalam pasal 1320 Antara lain adanya suatu kesepakatan, kecakapan untuk berbuat sesuatu, ada Sesuatu yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal. Dalam hal ini, penulis akan lebih berfokus kepada syarat yang keempat yaitu itu adanya sebab yang halal. sebab yang halal sendiri dapat diartikan sebagai sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, Maupun melanggar ketertiban umum.

Jika kita lihat definisi syarat adanya suatu perjanjian yaitu pada poin ke-4 di atas Menandakan jika barang-barang yang kemudian diperdagangkan tersebut diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan, atau diperoleh dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang.5  Dapat dikatakan bahwa jual-beli tersebut tidak resmi atau tidak sah terhadap pelakunya dapat dijerat pasal-pasal pemidanaan di dalam Kitab undang-undang hukum pidana.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemaparan di atas maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Transaksi yang dilakukan di dalam black market merupakan transaksi yang tidak sah berdasarkan peraturan perundang-undangan, Karena tidak memenuhi adanya unsur di dalam sebuah perjanjian. Tinjauan kitab undang-undang hukum perdata terkait perjanjian jual beli barang-barang yang yang diperoleh dari black market merupakan bisnis yang dilarang oleh hukum negara. karena dalam proses jual beli tersebut para penjual melanggar aturan aturan hukum negara yang telah disebutkan dan mengganggu para penjual lainnya yang telah mentaati peraturan hukum dari negara tersebut. Black market tentunya juga akan mengganggu keseimbangan pasar karena barang-barang ilegal cenderung lebih murah dibandingkankan dengan barang yang diperoleh secara legal sehingga hal ini akan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat karena akan melanggar  etika  bisnis  dan  menimbulkan  kerugian  bagi  calon  konsumen  dan  juga

produsen.

1     Badan   Pusat   Statistik,   “Konsumsi   dan   Pengeluaran   Masyarakat   Indonesia”,   diakses   melalui

https://www.bps.go.id/subject/5/konsumsi-dan-pengeluaran.html,  pada 25 Agustus 2020, Pukul 18.15 WIB

2 Johanes Gunawan, “hukum perlindungan konsumen”, (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan 1999),

Hlm. 21.

3 Nasution AZ, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, “ (Jakarta: Diadit Media, 2002), Hlm. 30.

4 Lihat pasal 1457 kitab undang-undang hukum perdata.

5 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung:Alumni, 1986). Hlm. 22.

Leave a Reply

Your email address will not be published.