POLEMIK “KEBOCORAN DATA” DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 (PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN PADA LAYANAN BERBASIS ELEKTRONIK)
Oleh Yogi Prastia ǀǀ @Legalaccess.id
PENDAHULUAN
Revolusi industri 4.0 merupakan awal masuknya perkembangan teknologi menuju digitalisasi pada berbagai bidang kehidupan manusia. Akibatnya setiap bidang harus bersiap diri untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi digital tersebut. Intermet, dengan berbagai fasilitas dan kemudahannya, menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-harinya. Hal itu ditandai dengan meningkatknya jumlah pengguna internet di dunia, maupun di Indonesia. Pada awal tahun 1998, pengguna internet di Indonesia hanya mencapai 500 ribu jiwa.1 Kemudian terus mengalami peningkatan secara seknifikan pada setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2018 mencapai 171,17 juta jiwa, sehingga menjadikan Indonesia negara dengan pengguna internet terbesar ke-enam di dunia.
Dalam perkembangan teknologi digital pula, muncul banyak platform maupun aplikasi-aplikasi yang menyediakan jasa layanan berbasisi digital. Layanan platform maupun aplikasi tersebut mampu menarik perhatia masyarakat untuk menggunakannya dengan alasan efektifitas dan kemudahan akses yang bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Dari maraknya kemunculan platform dan aplikasi-aplikasi yang menyediakan layanan digital tersebut, tentunya bukan jaminan bahwa perlindungan privasi atau keamanan data pribadi yang digunaakan sebagai keperluan registrasi atau bentuk persyaratan akan terjamin keberadaannya.3 Padahal Perlindungan privasi dan data pribadi sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi digital di suatu negara, tanpa terkecuali Indonesia.
Perlindungan data merupakan faktor penentu akan adanya kepercayaan daring (online trust), yang merupakan hal penting dalam transaksi digital.4 Privasi dan data pribadi menjadi sebuah hal yang penting karena pengguna dalam jaringan tidak akan melakukan sebuah transaksi digital apabila merasa keamanan akan privasi dan data pribadinya terancam. Ancaman-ancaman yang timbul dari lemahnya perlindungan privasi dan data pribadi memiliki korelasi garis lurus dengan pertubuhan ekonomi yang dihasilkan dari transaksi-transaksi dalam jaringan (online).5 Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan pesat mengubah cara masyarakat menjalankan bisnis dan/atau melakukan transaksi. Dengan demikian, bermunculan transaksi-transaksi yang dikenal dengan sebutan “e-transaction”, “e-comerce” dan “e-business”. Indonesia kini tengah berada dalam era ekonomi digital. Klaim ini didukung dengan keadaan masyarakat Indonesia yang menjadikan internet, telepon seluler sebagai suatu komoditas, dan komoditas tersebut digunakan oleh pada pedagang dan penjual untuk menandakan transaksi elektronik melalui jaringan internet.
PEMBAHASAN
Perlindungan Data Pribadi di Indonesia
Suatu data adalah data pribadi apabila data tersebut berhubungan dengan seseorang, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang tersebut, yaitu pemilik data.6 Dalam hal perlindungan terhadap data pribadi, terdapat beberapa kategori subyek hukum yang harus diatur. Subyek hukum yang pertama adalah “Pengelola Data Pribadi” yaitu orang, badan hukum publik atau swasta dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang secara sendiri ataupun bersama-sama mengelola data pribadi. Sedangkan Subyek hukum lainnya adalah “Pemroses Data Pribadi” yaitu orang badan hukum publik atau swasta dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama pengelola data.
Dalam tataran dasar yaitu Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Untuk dapat melihat ketentuan tersebut sebagai ketentuan mengenai privasi dan data pribadi, pendapat Warren dan Brandeis dalam karyanya yang berjudul “The Right to Privacy” menyatakan bahwa privasi adalah hak untuk menikmati kehidupan dan hak untuk dihargai perasaan dan pikirannya.8 Dalam tataran yang lainnya, sebenarnya Indonesia telah memiliki aturan tentang data pribadi, akan tetapi masih bersifat parsial dan sectoral. Adapun aturan tersebut meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur tentang rahasia kondisi pribadi pasien, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur data pribadi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan beberapa undang-undang lainnya.
Lebih spesifik, Indonesia juga telah memiliki Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data pribadi yang tengah digodok di DPR. RUU tersebut dibuat dengan dasar bahwa pengaturan yang sudah ada tentang privasi dan data pribadi dipandang belum memberikan perlindungan yang maksimal dengan perkembangan teknologi, Informatika, komunikasi dan adanya kebutuhan masyarakat, serta perkembangan pengaturan privasi dan data pribadi secara global dan praktik negara lain.
Perkembangan teknologi telah mendorong perpindahan era ekonomi tradisional, yang dapat juga disebut dengan era “pradigital” ke era Ekonomi Digital. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap privasi dan data pribadi pun dituntut untuk menyesuaikan diri.9 Indonesia saat ini tengah berada dalam proses konvergensi perlindungan privasi dan data pribadi karena Indonesia telah memiliki RUU Perlindungan Data Pribadi.
Rancangan Undang-Undang tersebut bertujuan untuk menggabungkan pengaturan-pengaturan privasi atas data pribadi yang tersebar, ke dalam suatu undang- undang tersendiri.10 Karena pada dasarnya Konvergensi perlindungan privasi atas data pribadi penting bagi Indonesia perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan privasi dan data pribadi yang setara dengan negara-negara lain. Keberadaan suatu Undang- Undang tentang Perlindungan atas Data Pribadi merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi karena sangat mendesak bagi berbagai kepentingan nasional.
PENUTUP
Indonesia telah memiliki aturan perlindungan privasi dan data pribadi yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan di era ekonomi digital ini tentunya perlindungan data merupakan salah satu aspek yang sangat penting mengingat perkembangan teknologi sudah tidak dapat ditawar lagi. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan pesat mengubah cara masyarakat menjalankan bisnis dan/atau melakukan transaksi. Dengan demikian, bermunculan transaksi-transaksi yang dikenal dengan sebutan “e-transaction”, “e-comerce” dan “e-business”. Indonesia kini tengah berada dalam era ekonomi digital. Klaim ini didukung dengan keadaan masyarakat Indonesia yang menjadikan internet, telepon seluler sebagai suatu komoditas, dan komoditas tersebut digunakan oleh pada pedagang dan penjual untuk menandakan transaksi elektronik melalui jaringan internet. Sampai saat ini masih terjadi ketidakpastian perlindungan privasi dan data pribadi, karena Indonesia belum memiliki instrumen hukum yang responsif terhadap adanya kebutuhan masyarakat untuk memperoleh perlindungan yang lebih kuat.
1 ‘Berapa Jumlah Pengguna Internet di Indonesia?,’ Katadata.co.id (daring), 20 Februari 2018, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/20/berapa-jumlah-pengguna-internet-di-indonesiadiakses pada 14 September 2020
2 A. S. Wardani, “Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Sentuh Angka 171 Juta”
171-juta, diakses 14 September 2020
3 A.z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,(Jakarta: Daya Widya, 1999), Hlm. 3.
4 Jenik, Ivo, and Kate Lauer, “Regulatory Sandboxes and Financial Inclusion.” (Washington: Working Paper, 2017). Hlm. 1.
5 International Organization of Securities Commissions. IOSCO Research Report On Financial
Technologies (Fintech) 4Arner, Professor Doughlas. “Fintech: Evolution And Regulation”. 2017.
Presentation, diakses melalui http://law. unimelb.edu.au/ Fintech-Evolution-Melbourne- June-2016.pdf data/assets/ pdf_file/0011/1978256/D-Arner-
6 European Union Agency for Fundamental Rights and Council of Europe, Handbook on European Data Protection Law, Belgium, 2014, hlm. 36
7 Samuel Warren & Louis D. Brandeis, The Right To Privacy, Harvard Law Review, Volume 4, 1890, hlm. 1 dalam Sinta Dewi, Aspek Perlindungan Data Pribadi Menurut Hukum Internasional, Regional dan Nasional, Refika, Bandung, 2015, hlm 12.
8 Alan Westin: Privacy is the claim of individuals, group or institution to determine for themselves when, how, and to what extent information about them is communicated to othersdalam, Allan Westin, Alan F. Westin, Privacy and Freedom, London, 1967, hlm. 7.
9 Thomas M. Lenard, Daniel B. Britton, et.al., The Digital Economy Fact Book, The Progress & Freedom Foundation Washington, D.C., 2006, hlm. 1
10 Lihat Naskah Akademik, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi